Colloquium disajikan oleh Agus Zainal Arifin, Hiroshima University
Penyakit Osteoporosis atau keropos tulang merupakan salah satu masalah besar dalam dunia kesehatan, yang mengancam baik pria maupun wanita [1]. Penyakit ini sering diistilahkan sebagai silent epidemic (wabah terselubung), sebab diam-diam proses pengeroposan itu berlangsung secara bertahun-tahun tanpa menunjukkan gejala tertentu. Seringkali penderitanya baru menyadarinya setelah dia terjatuh atau terpeleset hingga berakibat patah tulang, sebab tulangnya telah menjadi sedemikian rapuhnya.
Penderita penyakit ini sebenarnya sedang mengalami penurunan kepadatan tulang dan perubahan struktur di dalamnya, dan ini berarti meningkatnya kemungkinan tulang tersebut retak atau bahkan patah. Keretakan itu bisa terjadi di tulang bagian manapun, namun pada umumnya terjadi pada tulang belakang dan paha. Pengeroposan secara terus menerus dan berakibat patah tulang secara tiba-tiba ini haruslah dicegah secara dini. Para pakar berusaha mencari metode guna mengidentifikasi para penderita osteoporosis khususnya bagi mereka yang beresiko tinggi, diantaranya adalah wanita yang telah melewati masa menopause (postmenopause).
Pengeroposan tulang ditandai dengan berkurangnya kepadatan mineral tulang atau bone mineral density (BMD). Hasil scanning atau pengukuran BMD pada tulang belakang dan paha biasa digunakan untuk mengetahui tingkat resiko terjadinya patah tulang. Alat scanner yang sering digunakan untuk mengukur BMD adalah dual-energy X-ray absorptiometry (DXA). Sayangnya fasilitas DXA ini sangat mahal dan hanya dijumpai di beberapa negara tertentu, bahkan hanya ada di rumah sakit tertentu. Ketersediaan alat langka ini semakin diperberat dengan tingginya jumlah individu yang beresiko osteoporosis namun belum sempat terdeteksi.
Disamping itu, seseorang yang bersedia untuk memeriksakan diri ini, pada umumnya adalah orang yang telah terindikasi osteoporosis yang berarti pengukuran BMD itu sendiri sudah terlambat. Oleh karenanya sangat diperlukan deteksi dini terhadap penderita osteoporosis agar mereka secepatnya dapat direkomendasi untuk mendapatkan perwatan khusus dari ahli medis yang terkait.
Di sisi lain, dokter gigi seringkali dikunjungi secara teratur dan pasien dapat dengan mudah mendapatkan foto mandible (rahang) untuk keperluan pemeriksaan giginya melalui panoramic radiograph. Hal ini dimanfaatkan oleh para peneliti untuk mengetahui tingkat pengeroposan tulang yang berada di rahang tersebut, khususnya daerah di bawah mental foramen (lubang yang berada di sisi kiri dan kanan rahang). Beberapa hasil riset menunjukkan kecenderungan dimungkinkannya ketebalan cortex (lapisan luar tulang) ini dijadikan sebagai indikator BMD pada wanita postmenopause [3-7].
Bila deteksi dini dengan pengukuran cortex dengan panoramic radiograph ini dapat benar-benar dioptimalkan, maka para dokter gigi dapat sekaligus mengidentifikasi foto tersebut untuk mendiagnosa pasiennya apakah kadar BMDnya rendah.
Akan tetapi pengukuran ketebalan cortex (cortical width) secara manual sangat tidak praktis. Oleh karena itu dibutuhkan pengukuran cortical width secara otomatis dengan bantuan komputer.
Dalam penelitian ini, dibahas tentang pengembangan sistem berbantukan komputer (computer-aided system) untuk mengukur cortical width di bagian bawah mental foramen dari mandible.
Data material
Dari 100 pasien wanita berusia 50 tahun ke atas yang mengunjungi Rumah Sakit milik Hiroshima University, sejak 1996 hingga 2001, diperoleh gambar panoramic radiographsnya. Mereka juga diukur kadar BMD di tulang punggung dan pahanya dengan bantuan alat DXA (DPX-alpha; Lunar Co., Madison, WI, USA). Hal ini untuk mengkonfirmasikan apakah hasil pengukuran cortical width nanti mengindikasikan osteoporosis.
Referensi
- B.L. Riggs and L.J. Melton, “The worldwide problem of osteoporosis: insights afforded by epidemiology”, Bone 17(5 Suppl), 505S-511S, 1995
- “Consensus Development Conference: diagnosis, prophylaxis, and treatment of osteoporosis. Conference Report”, Am J Med 94, 646-650, 1993
- S.C. White, A. Taguchi, D. Kao, S. Wu, S.K. Service, D. Yoon, Y. Suei, T. Nakamoto, and K. Tanimoto, “Clinical and panoramic predictors of femur bone mineral density”, Osteoporos Int., 2004 (electronically published)
- H. Devlin and K. Horner, “Mandibular radiomorphometric indices in the diagnosis of reduced skeletal bone mineral density”, Osteoporosis Int 13, 373-378, 2002
- E. Klemetti, S. Kolmakov, and H. Kroger, “Pantomography in assessment of the osteoporosis risk group”, Scand J Dent Res 102, 68-72, 1994
- A. Taguchi, M. Sanada, E. Krall, T. Nakamoto, M. Ohtsuka, Y. Suei, K. Tanimoto, I. Kodama, M. Tsuda, and K.Ohama, “Relationship between dental panoramic radiographic findings and biochemical markers of bone turnover”, J Bone Miner Res 18, 1689-94, 2003.
- A. Taguchi, Y. Suei, M. Ohtsuka, K. Otani, K. Tanimoto, and M. Ohtaki, “Usefulness of panoramic radiography in the diagnosis of postmenopausal osteoporosis in women. Width and morphology of interior cortex of the mandible”, Dentomaxillofacial Radiol 25(5), 263-267, 1996.